Kamis, 24 Mei 2012

ETIKA DAN ILMU

ETIKA DAN ILMU

A.      ETIKA
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak. Menurut Ahmad Amin, “etika adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia."
Menurut Soegarda Poerbakawatja, “etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan”. Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the performance index or reference for our control system". Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standard yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya.
Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Etika disebut juga filsafat moral merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma, diantaranya norma hukum, normamoral , norma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama, norma moral berasal dari suara hati dan norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari.
Secara teoritis etika mempunyai pengertian sebagai berikut :
1.        Pertama, secara etimologis, etika berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya : ta etha), yang berarti “adat-istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam ari ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain.
2.        Kedua, etika dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas sehingga mempunyai pengertian yang jauh lebih luas. Dalam pengertian ini, etika dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafatmoral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret. Etika merupakan bagian filsafat, sebagai ilmu etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat etika mencari keterangan yang sedalam-dalamnya.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia (Gering supriadi, 1998:24).
Etika merupakan cabang aksiologi yang pada pokoknya membicarakan masalah predikat-predikat nilai “betul” (“right”) dan “salah” (“wrong”) dalam arti “susila” (“moral”) dan “tidak susila” (“immoral”). Menurut Robert C. Solomon dalam Etika: Suatu Pengantar, etika adalah bagian filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Kata “etika” menunjuk pada disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya, serta nilai-nilai hidup kita yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku kita.
Etika bisa dibilang sesuatu yang membatasi. Membatasi dalam hal ini memiliki tujuan agar tidak terjadi deviasi nilai dalam sistem masyarakat. Sebenarnya pembenaran atau penyalahan tindakan mempunyai sifat relatif. Karena etika memiliki nilai subyektivitas, mencakup pandangan dan pemikiran individu yang terkadang dianggap ‘berbeda’ dengan kaum mayoritas yang memiliki regulasi dan penataan yang telah dikukuhkan. Etika adalah ilmu yang reflektif dan kritis. Norma-norma dan pandangan moral dengan sendirinya sudah terdapat dalam masyarakat. Hal ini yang akan menciptakan bumping antara yang sudah tertanam dan yang baru datang.
Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Penyelidikan tingkah laku moral dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1.        Etika deskriptif
Mendekskripsikan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-andakarn yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Objek penyelidikannya adalah individu-individu, kebudayaan-kebudayaan.
2.        Etika Normatif
Dalam hal ini, seseorang dapat dikatakan sebagai participation approach karena yang bersangkutan telah melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. la tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau menolak suatu etika tertentu.
3.        Metaetika
Awalan meta (Yunani) berarti “melebihi”, “melampaui”. Metaetika bergerak seolah-olah bergerak pada taraf lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf “bahasa etis” atau bahasa yang digunakan di bidang moral.
Dari beberapa definisi di atas, tampak jelas bahwa kajian tentang etika sangat dekat dengan kajian moral. Etika merupakan sistem moral dan prinsip-prinsip dari suatu perilaku manusia yang kemudian dijadikan sebagai standarisasi baik-buruk, salah-benar, serta sesuatu yang bermoral atau tidak bermoral. Merujuk pada hubungan yang dekat antara etika dengan moral, berikut sedikit dibahas tentang ragam pengertian moral.
Moral berarti concerned with principles of right and wrong behaviour, or standard of behaviour, sesuatu yang menyangkut prinsip benar dan salah dari suatu perilaku dan menjadi standar perilaku manusia.
Moral berasal dari bahasa latin moralis (kata dasar mos, moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Bila dijabarkan lebih jauh moral mengandung arti;
1.    Baik-buruk, benar-salah, tepat-tidak tepat dalam aktivitas manusia
2.    Tindakan benar, adil, dan wajar
3.    Kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, dan kepastian untuk mengarahkan kepada orang lain sesuai dengan kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah
4.    Sikap seseorang dalam hubungannya dengan orang lain.
Moral dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Kata hati atau hati nurani memberikan ukuran yang subyektif, adapun norma memberikan ukuran yang obyektif. (Hardiwardoyo,1990). Apabila hati nurani ingin membisikan sesuatu yang benar, maka norma akan membantu mencari kebaikan moral.
Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan-peraturan masyarakat yang diwujudkan di luar kawalan individu. Dorothy Emmet(1979) mengatakan bahawa manusia bergantung kepada tatasusila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama untuk membantu menilai tingkah laku seseorang.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar moral. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber.
Standar moral ialah standar yang berkaitan dengan persoalan yang dianggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas kekuasaan, melebihi kepentingan sendiri, tidak memihak dan pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah, malu, menyesal, dan lain-lain.
B.       ILMU
Pengertian ilmu dapat dirujukkan pada kata ‘ilm (Arab), science (Inggris), watenschap (Belanda), dan wissenschaf (Jerman). R. Harre menulis ilmu adalah a collection of well-attested theories which explain the patterns regularities and irregularities among carefully studied phenomena, atau kumpulan teori-teori yang sudah diuji coba yang menjelaskan tentang pola-pola yang teratur atau pun tidak teratur di antara fenomena yang dipelajari secara hati-hati.
Secara umum (science in general) berarti segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan atau ilmu merupakan bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari pada bidang-bidang kajian tertentu seperti cabang ilmu antropologi, biologi, geografi, atau sosiologi. Lebih lanjut, Harre menjelaskan bahwa ada dua komponen utama yang dapat digunakan untuk menginvestigasi ilmu. Kita bertanya tentang fenomena sesuatu yang mana dianjurkan untuk mengetahuinya, dan bertanya tentang subject matter dan content dari pengetahuan teorinya.
Dalam pengertian yang lain, ilmu merupakan perkataan yang memiliki makna ganda, artinya mengandung lebih dari satu arti. Seringkali ilmu diartikan sebagai pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan dapat dinamakan sebagai ilmu, melainkan pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara tertentu berdasarkan-kesepakatan para ilmuwan.
Pengetahuan yang dapat disepakati sehingga menjadi suatu “ilmu”, menurut Archie J. Bahm dapat diuji dengan enam komponen utama yang disebut dengan six kind of science, yang meliputi problems, attitude, method, activity, conclusions, dan effects.
Dari pendapat Bahm tersebut dapat diartikan bahwa ilmu lahir dari pengembangan suatu permasalahan-permasalahan (problems) yang dapat dijadikan sebagai kegelisahan akademik (kasus ilmiah atau objek ilmu). Atas dasar problem, para kreator akan melakukan suatu sikap (attitude) untuk membangun suatu metode-metode dan kegiatan-kegiatan (method and activity) yang bertujuan untuk melahirkan suatu penyelesaian-penyelesaian kasus (conclusions) dalam bentuk teori-teori. Konklusi-konklusi dapat diuji (diterima) dengan mempertimbangkan dari akibat-akibat yang ditimbulkan oleh teori (effects). Setiap individu yang berpotensi ilmiah dapat diketahui dari pengkayaan attitude yang meliputi curiosity (keingintahuan), speculativeness (berani bereksperimen), serta willingness to be objective, suatu sikap untuk selalu objektif.
Objek ilmu meliputi objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah cara pandang tertentu tentang objek material tersebut, seperti pendekatan empiris dan eksperimen dalam ilmu kedokteran.
Jika sudah menjadi ilmu pengetahuan, maka klasifikasi ilmu berkembang secara umum menjadi beragam cabang, natural sciences, seperti ilmu fisika, kimia, astronomi, biologi, botani; social sciences seperti ilmu sosiologi, ekonomi, politik, antropologi; serta humanity science seperti ilmu bahasa, agama, kesusastraan, kesenian.
Dari beberapa penjelasan di atas, ilmu merupakan suatu perangkat fundamental dalam penciptaan peradaban. Dalam ilmu termuat pengetahuan manusia yang bersifat alamiah (natural) kemudian dikonstruksi menjadi teori-teori yang dapat memberikan konklusi bagi setiap persoalan-persoalan kehidupan.
C.      HUBUNGAN ANTARA ETIKA DAN ILMU
Etika sebagai kelompok filsafat merupakan sikap kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika sangat berkaitan dengan pelbagai masalah-masalah nilai (values) karena pokok kajian etika terletak pada ragam masalah nilai “susila” dan “tidak susila”, baik” dan “buruk”.
Etika dalam konteks ilmu adalah nilai (value). Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan dari sinilah kemudian sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan etika sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi pengembangan ilmu. Dalam konteks ini, eksistensi etika dapat diwjudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan moral.
Ada empat klaster domain etika yang sangat dibutuhkan dalam eksperimen dan pengembangan ilmu, yaitu :
1.        Temuan Basic Research
Temuan basic research; beberapa contoh yang berkaitan dengan basic research adalah penemuan DNA sebagai konstitusi genetik makhluk hidup. Ketika ditemukan tentang DNA unggul dan DNA cacat, dan pada saat dikembangkan pada wilayah kehidupan alam seperti DNA pohon jati unggul dipergunakan untuk memperluas dan meningkatkan reboisasi, maka hal ini tidak menemukan masalah. Demikian juga penemuan ilmu tentang kloning, ilmu tidak mengalami kendali etika ketika hanya merambah eksperimen pada hewan, semisal rekayasa domba masa depan agar dapat memberi protein hewani pada manusia yang semakin bertambah dengan cepat juga belum bermasalah. Namun demikian, ilmu tentang pengembangan DNA dan kloning kelas akan tidak mempunyai nilai etika, jika masuk domain manusia.

2.        Rekayasa Teknologi
Temuan Rekayasa Teknologik; thalidomide, suatu temuan obat tidur yang telah diadakan uji klinis pada binatang, tetapi tidak untuk manusia. Posisi ilmu tidak mengalami masalah etik. Dalam per-kembangan selanjutnya, apabila thalidomide digunakan oleh ibu mengandung memasuki bulan kedua dan terbukti dapat mengakibatkan bentuk janin bayi menjadi tidak normal, maka uji klinis pun mesti diperketat.
3.        Dampak Sosial Pengembangan Teknologi
Dampak Sosial Pengembangan Teknologi; ada dua dampak sosial yang kemungkinan dihadapi dalam pengembangan teknologi, individual atau sosial secara keseluruhan. Misalnya DNA sebagai konstitusi genetik makhluk hidup maka dapat memberi dampak pada martabat manusia, khususnya nilai-nilai perkawinan yang dapat melahirkan keturunan yang diakui oleh agama. Demikian juga dengan ilmu kloning, jika hanya dengan maksud untuk meningkatkan kualitas manusia, justru akan menghancurkan martabat manusia.
Bom atom nuklir yang menjadi ancaman seluruh manusia merupakan akibat penemuan energi partikel alpha radioaktif yang dipergunakan secara destruktif yang semestinya untuk keperluan medis dan alternatif energi listrik. Sebagai contoh ketika terjadi di Nagasaki dan Hirosima Jepang yang luluh lantak akibat dibom atom oleh Amerika Serikat pada Akhir Perang Dunia II tahun 1945.
4.        Rekayasa Sosial.
Salah satu dari rekayasa sosial adalah pemupukan kepercayaan terhadap pemikiran yang monolitik, seperti sistem monarkhi demi pelanggengan kekuasaan, sistem kapitalisme dan sosialisme, sistem kasta yang mentabukan perkawinan antarkasta, dan lain sebagainya.
Dari keempat klaster tersebut akan melahirkan integritas profesionalitas, tanggungjawab ilmuwan, tanggungjawab terhadap kebenaran, hak azasi manusia, hak masyarakat, dan sebagainya. Dari empat klaster berikut contoh-contoh yang dikemukakan menunjukkan bahwa etika dalam pendekatan filsafat ilmu belum muncul kalau hanya pada wilayah epistemologik, namun membicarakan aksiologik keilmuan, mau tidak mau etika harus terlibat.
Etika akan membawa pada perkembangan ilmu untuk menciptakan suatu peradaban yang baik, bukan menciptakan malapetaka dan kehancuran. Misi ilmu tidak sejalan dengan yang dikatakan Bacon bahwa “knowledge is power”, pengetahuan sebagai kekuatan. Siapa yang ingin menguasai alam semesta maka harus menguasai ilmu. Akan tetapi, yang kurang bijaksana adalah jika manusia menguasai alam dan memperlakukannya tanpa memperhitungkan norma-norma etis dalam hubungannya dengan alam. Apa yang terjadi? Banyak sekali terjadi kerusakan lingkungan hidup yang pada gilirannya akan mengancam kelangsungan hidup manusia juga. Oleh karena hubungan manusia dan alam tidak bersifat instrinsik kosmologis, tetapi juga etis-epistemologis.

1 komentar: