ETIKA DAN ILMU
A.
ETIKA
Dalam
kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak. Menurut Ahmad Amin, “etika adalah ilmu
pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang
harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia."
Menurut
Soegarda Poerbakawatja, “etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang
nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup
manusia semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan
pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan”. Menurut
Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the
discipline which can act as the performance
index or reference for our control system". Dengan
demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standard yang akan
mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya.
Dalam
pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika
ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada
saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala
macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense)
dinilai menyimpang dari kode etik Dengan demikian etika adalah refleksi dari
apa yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya
dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu
sendiri.
Etika
disebut juga filsafat moral merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang
tindakan manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan
mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini
ditentukan oleh bermacam-macam norma, diantaranya norma hukum, normamoral ,
norma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan
perundang-undangan, norma agama berasal dari agama, norma moral berasal dari
suara hati dan norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari.
Secara
teoritis etika mempunyai pengertian sebagai berikut :
1.
Pertama, secara etimologis, etika
berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya : ta etha), yang berarti
“adat-istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam ari ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang
atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi yang lain.
2.
Kedua, etika dipahami dalam pengertian
yang berbeda dengan moralitas sehingga mempunyai pengertian yang jauh lebih
luas. Dalam pengertian ini, etika dimengerti sebagai refleksi kritis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situasi
khusus tertentu. Etika adalah filsafatmoral, atau ilmu yang membahas dan
mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang
bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret. Etika merupakan bagian
filsafat, sebagai ilmu etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat etika
mencari keterangan yang sedalam-dalamnya.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia (Gering supriadi, 1998:24).
Etika berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia (Gering supriadi, 1998:24).
Etika merupakan cabang aksiologi
yang pada pokoknya membicarakan masalah predikat-predikat nilai “betul” (“right”)
dan “salah” (“wrong”) dalam arti “susila” (“moral”) dan “tidak susila”
(“immoral”). Menurut Robert C. Solomon dalam Etika:
Suatu Pengantar, etika adalah bagian filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi
orang baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Kata “etika”
menunjuk pada disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya,
serta nilai-nilai hidup kita yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku
kita.
Etika bisa dibilang sesuatu yang
membatasi. Membatasi dalam hal ini memiliki tujuan agar tidak terjadi deviasi
nilai dalam sistem masyarakat. Sebenarnya pembenaran atau penyalahan tindakan
mempunyai sifat relatif. Karena etika memiliki nilai subyektivitas, mencakup
pandangan dan pemikiran individu yang terkadang dianggap ‘berbeda’ dengan kaum
mayoritas yang memiliki regulasi dan penataan yang telah dikukuhkan. Etika
adalah ilmu yang reflektif dan kritis. Norma-norma dan pandangan moral dengan
sendirinya sudah terdapat dalam masyarakat. Hal ini yang
akan menciptakan bumping antara yang sudah tertanam dan yang baru
datang.
Etika
secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang
manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Penyelidikan tingkah laku moral
dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1.
Etika deskriptif
Mendekskripsikan
tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, anggapan tentang
baik dan buruk, tindakan-andakarn yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.
Objek penyelidikannya adalah individu-individu, kebudayaan-kebudayaan.
2.
Etika Normatif
Dalam
hal ini, seseorang dapat dikatakan sebagai participation approach karena yang
bersangkutan telah melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang
perilaku manusia. la tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau menolak
suatu etika tertentu.
3.
Metaetika
Awalan
meta (Yunani) berarti “melebihi”, “melampaui”. Metaetika bergerak seolah-olah
bergerak pada taraf lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf
“bahasa etis” atau bahasa yang digunakan di bidang moral.
Dari
beberapa definisi di atas, tampak jelas bahwa kajian tentang etika sangat dekat
dengan kajian moral. Etika merupakan sistem moral dan prinsip-prinsip dari
suatu perilaku manusia yang kemudian dijadikan sebagai standarisasi baik-buruk,
salah-benar, serta sesuatu yang bermoral atau tidak bermoral. Merujuk pada
hubungan yang dekat antara etika dengan moral, berikut sedikit dibahas tentang
ragam pengertian moral.
Moral
berarti concerned with principles of right and wrong behaviour, or standard of
behaviour, sesuatu yang menyangkut prinsip benar dan salah dari suatu perilaku
dan menjadi standar perilaku manusia.
Moral
berasal dari bahasa latin moralis (kata dasar mos, moris) yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Bila dijabarkan lebih jauh moral
mengandung arti;
1. Baik-buruk,
benar-salah, tepat-tidak tepat dalam aktivitas manusia
2. Tindakan
benar, adil, dan wajar
3. Kapasitas
untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, dan kepastian untuk mengarahkan
kepada orang lain sesuai dengan kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah
4. Sikap
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain.
Moral dapat diukur secara subyektif
dan obyektif. Kata hati atau hati nurani memberikan ukuran yang subyektif,
adapun norma memberikan ukuran yang obyektif. (Hardiwardoyo,1990). Apabila hati
nurani ingin membisikan sesuatu yang benar, maka norma akan membantu mencari
kebaikan moral.
Kemoralan merupakan sesuatu yang
berkait dengan peraturan-peraturan masyarakat yang diwujudkan di luar kawalan
individu. Dorothy Emmet(1979) mengatakan bahawa manusia bergantung kepada
tatasusila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama untuk membantu menilai tingkah
laku seseorang.
Moral berkaitan dengan moralitas.
Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket
atau sopan santun. Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau
kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar moral. Moralitas
dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau
gabungan dari beberapa sumber.
Standar moral ialah standar yang
berkaitan dengan persoalan yang dianggap mempunyai konsekuensi serius,
didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas kekuasaan, melebihi
kepentingan sendiri, tidak memihak dan pelanggarannya diasosiasikan dengan
perasaan bersalah, malu, menyesal, dan lain-lain.
B.
ILMU
Pengertian
ilmu dapat dirujukkan pada kata ‘ilm (Arab), science (Inggris), watenschap
(Belanda), dan wissenschaf (Jerman). R. Harre menulis ilmu adalah a collection
of well-attested theories which explain the patterns regularities and
irregularities among carefully studied phenomena, atau kumpulan teori-teori
yang sudah diuji coba yang menjelaskan tentang pola-pola yang teratur atau pun
tidak teratur di antara fenomena yang dipelajari secara hati-hati.
Secara
umum (science in general) berarti segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang
sebagai suatu kebulatan atau ilmu merupakan bidang pengetahuan ilmiah yang
mempelajari pada bidang-bidang kajian tertentu seperti cabang ilmu antropologi,
biologi, geografi, atau sosiologi. Lebih lanjut, Harre menjelaskan bahwa ada
dua komponen utama yang dapat digunakan untuk menginvestigasi ilmu. Kita
bertanya tentang fenomena sesuatu yang mana dianjurkan untuk mengetahuinya, dan
bertanya tentang subject matter dan content dari pengetahuan teorinya.
Dalam
pengertian yang lain, ilmu merupakan perkataan yang memiliki makna ganda,
artinya mengandung lebih dari satu arti. Seringkali ilmu diartikan sebagai
pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan dapat dinamakan sebagai ilmu,
melainkan pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara tertentu
berdasarkan-kesepakatan para ilmuwan.
Pengetahuan
yang dapat disepakati sehingga menjadi suatu “ilmu”, menurut Archie J. Bahm
dapat diuji dengan enam komponen utama yang disebut dengan six kind of science,
yang meliputi problems, attitude, method, activity, conclusions, dan effects.
Dari
pendapat Bahm tersebut dapat diartikan bahwa ilmu lahir dari pengembangan suatu
permasalahan-permasalahan (problems) yang dapat dijadikan sebagai kegelisahan
akademik (kasus ilmiah atau objek ilmu). Atas dasar problem, para kreator akan
melakukan suatu sikap (attitude) untuk membangun suatu metode-metode dan
kegiatan-kegiatan (method and activity) yang bertujuan untuk melahirkan suatu
penyelesaian-penyelesaian kasus (conclusions) dalam bentuk teori-teori. Konklusi-konklusi
dapat diuji (diterima) dengan mempertimbangkan dari akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh teori (effects). Setiap individu yang berpotensi ilmiah dapat
diketahui dari pengkayaan attitude yang meliputi curiosity (keingintahuan),
speculativeness (berani bereksperimen), serta willingness to be objective,
suatu sikap untuk selalu objektif.
Objek
ilmu meliputi objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu
yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek
material ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah cara pandang tertentu
tentang objek material tersebut, seperti pendekatan empiris dan eksperimen
dalam ilmu kedokteran.
Jika
sudah menjadi ilmu pengetahuan, maka klasifikasi ilmu berkembang secara umum
menjadi beragam cabang, natural sciences, seperti ilmu fisika, kimia,
astronomi, biologi, botani; social sciences seperti ilmu sosiologi, ekonomi,
politik, antropologi; serta humanity science seperti ilmu bahasa, agama,
kesusastraan, kesenian.
Dari
beberapa penjelasan di atas, ilmu merupakan suatu perangkat fundamental dalam
penciptaan peradaban. Dalam ilmu termuat pengetahuan manusia yang bersifat
alamiah (natural) kemudian dikonstruksi menjadi teori-teori yang dapat
memberikan konklusi bagi setiap persoalan-persoalan kehidupan.
C.
HUBUNGAN
ANTARA ETIKA DAN ILMU
Etika
sebagai kelompok filsafat merupakan sikap kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika sangat berkaitan dengan
pelbagai masalah-masalah nilai (values) karena pokok kajian etika terletak pada
ragam masalah nilai “susila” dan “tidak susila”, baik” dan “buruk”.
Etika
dalam konteks ilmu adalah nilai (value). Dalam perkembangan ilmu sering
digunakan metode trial and error, dan dari sinilah kemudian sering menimbulkan
permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata seringkali
menimbulkan fatal error sehingga tuntutan etika sangat dibutuhkan sebagai acuan
moral bagi pengembangan ilmu. Dalam konteks ini, eksistensi etika dapat
diwjudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan moral.
Ada
empat klaster domain etika yang sangat dibutuhkan dalam eksperimen dan
pengembangan ilmu, yaitu :
1.
Temuan
Basic Research
Temuan
basic research; beberapa contoh yang berkaitan dengan basic research adalah
penemuan DNA sebagai konstitusi genetik makhluk hidup. Ketika ditemukan tentang
DNA unggul dan DNA cacat, dan pada saat dikembangkan pada wilayah kehidupan
alam seperti DNA pohon jati unggul dipergunakan untuk memperluas dan
meningkatkan reboisasi, maka hal ini tidak menemukan masalah. Demikian juga
penemuan ilmu tentang kloning, ilmu tidak mengalami kendali etika ketika hanya
merambah eksperimen pada hewan, semisal rekayasa domba masa depan agar dapat
memberi protein hewani pada manusia yang semakin bertambah dengan cepat juga
belum bermasalah. Namun demikian, ilmu tentang pengembangan DNA dan kloning
kelas akan tidak mempunyai nilai etika, jika masuk domain manusia.
2.
Rekayasa
Teknologi
Temuan
Rekayasa Teknologik; thalidomide, suatu temuan obat tidur yang telah diadakan
uji klinis pada binatang, tetapi tidak untuk manusia. Posisi ilmu tidak
mengalami masalah etik. Dalam per-kembangan selanjutnya, apabila thalidomide
digunakan oleh ibu mengandung memasuki bulan kedua dan terbukti dapat
mengakibatkan bentuk janin bayi menjadi tidak normal, maka uji klinis pun mesti
diperketat.
3.
Dampak
Sosial Pengembangan Teknologi
Dampak
Sosial Pengembangan Teknologi; ada dua dampak sosial yang kemungkinan dihadapi
dalam pengembangan teknologi, individual atau sosial secara keseluruhan.
Misalnya DNA sebagai konstitusi genetik makhluk hidup maka dapat memberi dampak
pada martabat manusia, khususnya nilai-nilai perkawinan yang dapat melahirkan
keturunan yang diakui oleh agama. Demikian juga dengan ilmu kloning, jika hanya
dengan maksud untuk meningkatkan kualitas manusia, justru akan menghancurkan
martabat manusia.
Bom
atom nuklir yang menjadi ancaman seluruh manusia merupakan akibat penemuan
energi partikel alpha radioaktif yang dipergunakan secara destruktif yang
semestinya untuk keperluan medis dan alternatif energi listrik. Sebagai contoh
ketika terjadi di Nagasaki dan Hirosima Jepang yang luluh lantak akibat dibom
atom oleh Amerika Serikat pada Akhir Perang Dunia II tahun 1945.
4.
Rekayasa
Sosial.
Salah
satu dari rekayasa sosial adalah pemupukan kepercayaan terhadap pemikiran yang
monolitik, seperti sistem monarkhi demi pelanggengan kekuasaan, sistem
kapitalisme dan sosialisme, sistem kasta yang mentabukan perkawinan antarkasta,
dan lain sebagainya.
Dari
keempat klaster tersebut akan melahirkan integritas profesionalitas,
tanggungjawab ilmuwan, tanggungjawab terhadap kebenaran, hak azasi manusia, hak
masyarakat, dan sebagainya. Dari empat klaster berikut contoh-contoh yang
dikemukakan menunjukkan bahwa etika dalam pendekatan filsafat ilmu belum muncul
kalau hanya pada wilayah epistemologik, namun membicarakan aksiologik keilmuan,
mau tidak mau etika harus terlibat.
Etika
akan membawa pada perkembangan ilmu untuk menciptakan suatu peradaban yang
baik, bukan menciptakan malapetaka dan kehancuran. Misi ilmu tidak sejalan
dengan yang dikatakan Bacon bahwa “knowledge is power”, pengetahuan sebagai
kekuatan. Siapa yang ingin menguasai alam semesta maka harus menguasai ilmu.
Akan tetapi, yang kurang bijaksana adalah jika manusia menguasai alam dan
memperlakukannya tanpa memperhitungkan norma-norma etis dalam hubungannya
dengan alam. Apa yang terjadi? Banyak sekali terjadi kerusakan lingkungan hidup
yang pada gilirannya akan mengancam kelangsungan hidup manusia juga. Oleh
karena hubungan manusia dan alam tidak bersifat instrinsik kosmologis, tetapi
juga etis-epistemologis.
salam kenal. tulisanx mantap
BalasHapus